Pages

Thursday, October 6, 2011

PENGGUNAAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL KOTA MALANG

PENGGUNAAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL KOTA MALANG

Muhammad Alfian Fajar Antofani*

Universitas Braijaya, Malang

(goods) which all enjoy in common in the sense that each individual's

consumption of such a good leads to no subtractions from

any other individual's consumption of that good

(Paul Samuelson;1954)

Abstrak

Istilah desentralisasi mulai digunakan sejak diberlakukannya UU no. 22 dan 29 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dengan berbagai macam perubahan dan kebutuhan, UU tersebut akhirnya direvisi menjadi UU no. 32 dan 33 tahun 2004 Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur segala urusan rumah tangganya masing-masing. Tuntutan bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan menjalankan roda pemerintahan yang efektif dan efisien sesuai dengan kemampuannya masing-masing daerah. Istilah Sharing the pain (berbagi beban) perlu dilakukan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan saat ini. Peran serta pemerintah darah dan pemerintah pusat dalam pengelolaan suatu sumber dayanya harus dibagi secara optimal. Dalam penyelelenggaraan otonomi daerah, kebijakan yang melandasi hal tersebut memiliki pengaruh sangat besar. Otorisasi pemerintah daerah dalam membuat suatu kebijakan harus mencerminkan good governance. Dengan funsi desentralisasi, pemerintah daerah seharusnya dapat mengoptimalkan PAD yang menjadi anggaran pemasukan bagi daerahnya. Kota Malang memiliki PAD yang sangat tinggi. Namun PAD yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diharapakan. PAD mencapai 33 % dalam Total Penerimaan Daerah. Sementara itu lebih dari 65 % pembiayaan pemerintahan masih digelontorkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan sesudah otonomi daerah, kontribusi yang diberikan PAD sebesar 12,5 % terhadap Total Penerimaan Daerah. Lebih dari 85 % pembiayaan pemerintahan masih dibantu oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal tersebut tidak sesuai dengan asas desentralisasi yang seharusnya mengembangkan ekonomi kerakyatan demi mensejahterakan masyarakat lokal. Jumlah kegiatan perekonomian yang dikuasasi swasta memiliki jumlah yang sangat tinggi, hal ini dapat mengkerdilkan kegiatan ekonomi masyarakat lokal dalam upaya pengembangan ekonomi lokal.

Kata Kunci : Desentralisasi, sharing the pain, PAD.

PENDAHULUAN

Otonomi derah sudah diterapkan oleh kalangan pemerintah daerah sejak berlakunya UU no. 22 dan 29 tahun 1999 yang selanjutnya direvisi dengan UU no. 32 dan 33 tahun 2004. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada masyarakatnya untuk mengelola dan memanajemen potensi yang dimiliki masing-masing daerah yang diwadahi oleh pemerintah daerah. Dalam perkembangannya, konsepsi mengenai otonomi daerah yang pada dasarnya merupakan sistem pemerintahan desentralisasi atau tidak dari pusat sering terjadi kesalahpahaman dalam menjalankannya. Apakah hal tersebut dikarenakan masih minimnya pengetahuan mengenai konsep desentralisasi, atau mungkin karena kurang siapnya baik itu masyarakat atau pemimpin daerah dalam menjalankan proses otonomi daerah.

Seringkali masyarakat berpikiran bahwa pembangunan yang baik harus diawali dari kalangan bawah terlebih dahulu sebelum dibawa ke kalangan atas (bottom up). Mereka beranggapan bahwa aspirasi atau nilai demokrasi dari masyarakat dapat dituangkan dalam suatu proses pembangunan, sehingga nantinya tidak terjadi ketidaknyamanan ataupun ketidakpasan akibat dari hasil pembangunan. Masyarakat menengah kebawah merupakan salah satu sasaran utama atau objek yang nantainya akan menjadi korban apabila suatu pembangunan tersebut gagal.

Kondisi perekonomian suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu pemerintah daerah. Terkait dengan perekonomian nasional yang sedang mengalami tekanan krisis ekonomi dan menimbulkan suatu beban bagi negara. Peran serta pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menanggulangi krisis sangat dibutuhkan. Sharing the pain (berbagi beban) merupakan salah satu cara yang tepat dalam pembagian peran serta antara pusat dan daerah. Selain itu penerapan prinsip good governance dalam penyelenggaraan otonomi daerah sangat dibutuhkan. Dengan adanya fungsi tersebut, maka kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah juga perlu ditingkatkan. Maka dari itu kemandirian dalam pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Seluruh pemerintah Kota/Kabupaten (dati II) yang ada di Indonesia sudah menerapkan konsep desentralisasi, salah satunya adalah Kota Malang. Kota yang terkenal dengan potensi-potensi sumber daya alam dan terkenal sebagai berbagai macam wajah kota. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam kegiatan yang ada di kota orde dua ini. Salah satu kebijakan publik yang terwadahi oleh keberadaan otonomi daerah di Kota Malang adalah pengelolaan mengenai pembangunan perekonomian. Desentralisasi ekonomi yang diterapkan di Kota Malang masih belum terlihat seperti tujuan utama dibentuknya desentralisasi yaitu sebagai sarana pendekatan dan pelayanan kepada masyarakat dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Usaha peningkatan ekonomi lokal dalam penyelenggaraan otonomi daerah sering terhambat oleh kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kota Malang. Maka dari itu perlu adanya tindak lanjut mengenai keberadaan fungsi desentralisasi yang telah dimandatkan oleh pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakat daerahnya.

PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil suatu pertanyaan yang dapat memberikan solusi dalam pemecahan masalah mengenai desentralisasi yang ada di Kota Malang. Apakah Kota Malang telah mengoptimalkan kebijakan publik dalam mengembangkan ekonomi lokal untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah yang baik.

PEMBAHASAN

Hakekat Otonomi Daerah

Sejak runtuhnya masa orde baru masa kepemimpinan Soeharto, otonomi daerah mulai menunjukkan perkembangannya dalam kewenangan untuk menjalankan sistem pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah dalam mengatur suatu daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Penyerahan wewenang dari pemerintah kepada pemerintah daerah menjadikan salah satu bentuk otorisasi dalam pengelolaan daerah saat ini. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan atau potensi masing-masing daerah yang beraneka ragam, jadi desentralisasi perlu dilakukan supaya terjadi kemandirian sekaligus kepuasan dalam menikmati hasil pembangunan suatu daerahnya sendiri. Dalam penyelenggaran suatu sistem pemerintahan akan terlalu terbebani apabila hanya dilaksanakan oleh pemerintah pusat saja, maka dari perlu adanya pemberian kewenangan kepada masing-masing daerah untuk menjalankan sistem pemerintahan daerahnya sendiri. Konsep otonomi daerah memiliki batas geografis yang jelas dan diakui secara hukum dalam menjalankan fungsi-fungsi publik sekaligus dalam menjalankan kekuasaanya.Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya yang dimiliki, dengan pemanfaatan dan pengamanan sumber daya yang dimiliki diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan daerah tersebut. dalam implikasinya, pemerintah daerah harus bisa memiliki wibawa dan dapat dipandang oleh masyarakat bahwa pemerintahan sebagai organisasi yang memberikan pelayanan dan sebagai unit pemerintahan yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakatnya. Dengan adanya konsep desentralisasi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memiliki prinsip simbiosis mutualisme dalam pelaksanaannya.

Dalam praksis di lapangan, penyelenggaraan otonomi daerah di tiap-tiap daerah memiliki banyak perbedaaan. Dari bentuk kebijakan yang dilakukan sampai aplikasi di lapangan. Masing-masing daerah dati II (Kabupaten/Kota) memiliki cara tersendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sebagai contoh Kota Malang yang telah menerima pembagian kewenangan dari pemerintah pusat untuk melaksanakan sistem pemerintahannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya suatu pembangunan yang telah dilaksanakan secara mandiri oleh pemerintah daerah Kota Malang. Banyak sekali hasil dari otonomi daerah yang telah direalisasikan dalam bentuk pembangunan di Kota Malang, meskipun hasil darinya juga terkadang masih kurang memuaskan. Salah satu yang paling menonjol adalah desentralisasi dalam bidang ekonomi. Yang semula Kota Malang adalah kota yang kurang bisa mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki hingga sekarang yang sudah bisa mandiri dalam pengoptimalan sumber dayanya.

Kebijakan dalam Otonomi Daerah

Penyelelenggaran otonomi daerah harus diatur dalam suatu kebijakan-kebijakan yang mengikat dan memiliki landasan hukum yang jelas. Demi tercapainya prinsip otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab maka perluy adanya kebijakan yang tepat dan akurat. Kebijakan di tiap-tiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam penerapan otonomi daerah. Suatu daerah memanfaatkan kebijakan sebagai alat untuk memperoleh banyak keuntungan dalam proses pembangunan. Sorotan penuh perlu diberikan kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan yang dibuat masing-masing daerah untuk memajukan daerahnya. Hal ini dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan adanya penyalahgunaan kebijakan mengenai otonomi daerah akan terjadi dampak yang signifikan menimpa masyarakat. Otonomi daerah dikatakan cacat dalam pelaksanaannya apabila kebijakan yang dibuat kurang mengutungkan bagi masyarakatnya. Kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah harus berpihak kepada seluruh elemen di suatau daerah, sehingga tercipta keharmonisan dalam pelaksanaannya.

Transparansi kebijakan perlu dilakukan supaya terjadi kesepahaman yang dapat berpengaruh terhadap kinerja otonomi daerah. Kota Malang banyak melakukan kesalahan dalam penerapan kebijakan mengatasnamakan otonomi daerah. Ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemerintah daerah menunjukkan bahwa otonomi daerah di Kota Malang masih belum terlaksana dengan baik. Pemerintah daerah seringkali menggunakan kepentingannya sendiri untuk mendapat keuntungan melalui kebijakan yang telah dibuat. Salah satu contonya mengenai kebijakan ekonomi. Dari data yang diperoleh, Kota Malang memiliki jumlah swalayan atau toko modern yang melebihi batas ambang yang seharusnya 18-20 titik lokasi. Kebijakan pemerintah Kota Malang dirasa kurang berpihak pada ekonomi kerakyatan. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kota Malang dalam hal perekonomian masih lemah dan belum memiliki nilai saling menguntungkan. Dalam penerapan otonomi daerah pemerintah Kota Malang seharusnya lebih memberdayakan usaha kecil menengah demi terwujudnya kemandirian dlam konteks desentralisasi.

Penerapan good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah sangatalah dibutuhkan. Penerapan otonomi daerah apabila tidak disertai dengan otorisasi pemerintahan yang baik akan timbul suatu kebijakan-kebijakan yang merugikan salah satu pihak. Penerapan good governance di pemerintah daerah Kota Malang belum menunjukkan adanya pengaruh pemangku kebijakan yang bertindak sesuai dengan keinginan masyarakatnya.

Tata Kelola Ekonomi Daerah

Dengan adanya otonomi daerah, suatu daerah dituntut untuk lebih peka dan bertanggung jawab terhadap permasalahan ekonomi lokal sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya. Maka dari itu perlu adanya tata kelola ekonomi daerah supaya terbentuk otonomi daerah yang baik. Di negeri kita maupun di berbagai macam daerah sering meneriakkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, partisipasi yang tidak lain hanya menuju ke arah good governance. Seperti halnya otonomi daerah harus memiliki tata kelola ekonomi yang baik, dengan mempertimbangkan fungsi desentralisasi yang semakin kompleks khususnya di bidang ekonomi.

Ciri utama suatu daerah yang mampu menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat dengan proporsi yang sangat kecil. Artinya kemandirian keuangan adalah hal yang paling diutamakan dalam terwujudnya otonomi daerah. Dengan adanya kemandirian tersebut, suatu daerah diharapkan mampu dalam pengumpulan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) yang menjadi bagian terbesar dalam mobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sudah sewajarnya PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dana dari pajak dan retribusi dapat digunakan pemerintah daerah sebagai modal pemasukan yang nantinya digunakan untuk pembangunan daerahnya sendiri.

Untuk PAD Kota Malang berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan, tentang aset Kota Malang tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Analisis perhitungan yang dipakai adalah Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal yaitu menghitung kemandirian keuangan daerah yang dilihat dari komponen data keuangan yaitu PAD ( Pendapatan Asli Daerah), BHPBP (Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak), dan SD (Sumbangan Daerah). Hasil penelitian menunjukkan terjadi suatu ketidakmandirian dalam proses berjalannya otonomi daerah, seharusnya dengan adanya otonomi daerah terjadi kemandirian dalam memperoleh pendapatan daerahnya. kontribusi PAD ( Pendapatan Asli Daerah) terhadap TPD (Total Penerimaan Daerah) masih relatif cukup kecil bila dibandingkan dengan dana perimbangan dari pemerintah pusat yaitu kontribusi BHPBP ( Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak) dan SD ( Sumbangan Daerah) terhadap TPD ( Total Penerimaan Daerah ). Pada era sebelum desentralisasi, kontribusi yang dihasilkan PAD mencapai 33 % dalam Total Penerimaan Daerah. Sementara itu lebih dari 65 % pembiayaan pemerintahan masih digelontorkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan sesudah otonomi daerah, kontribusi yang diberikan PAD sebesar 12,5 % terhadap Total Penerimaan Daerah. Lebih dari 85 % pembiayaan pemerintahan masih dibantu oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dengan demikian, kinerja keuangan dalam menjalankan otonomi daerah dapat dikatakan kurang optimal.

Pembangunan Ekonomi Lokal

Sektor perekonomian sangat sensitif apabila dihubungkan dengan proses otonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah seharusnya lebih baik apabila diselenggarakan dengan konsep desentralisasi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan yang mempengaruhi hasil-hasil indikator ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja. Lingkungan yang dimaksud sebagai sumber daya perencanaan meliputi lingkungan fisik, peraturan dan perilaku (Blakley, 1989)

Dalam proses pengembangan ekonomi lokal, pemerintah daerah bersama dengan orgaisasi berbasis mansyarakat mendorong dan merangsang kegiatan yang dapat meningkatkan aktivitas usaha serta penciptaan lapangan pekerjaan. Dalam pelaksanaan otonomoi daerah, pembangunan ekonomi lokal (PEL) memiliki pengaruh besar terhadap suatu daerah. Hal ini tidak lain adalah untuk penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah. Kemandirian dalam melakukan kegitan ekonomi dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), selain itu tingkat pemberdayaan masyarakat kecil juga dapt terlaksana.

Pembangunan Ekonomi Lokal di Kota Malang belum terlihat hasil yang signifikan, hal ini dapat dilihat dengan adanya penguasaan penuh terhadap kegiatan ekonomi yang dikuasi oleh swasta. Banyak sekali kegiatan ekonomi yang melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya. MATOS, MOG, MX, dan berbagai macam pusat perdagangan lainnya menunjukkan ketidaksiapan pemerintah Kota Malang dalam penyelenggaraan pembangunan ekonomi lokal. Dengan adanya pusat perdagangan yang semakin menjamur, identitas Kota Malang yang semula sebagai kota bunga, kota pendidikan, dan kota wisata berubah menjadi kota seribu ruko. Tidak hanya pusat perdagangan dengan skala besar, perdagangan skala sedang seperti minimarket yang tersebar di Kota Malang seolah tidak ada pengendalian secara khusus oleh pemerintah kota. Dengan kondisi seperti usaha kecil menegah yang ada di Kota Mlang akan semakin terpuruk dan terkerdirlkan oleh eksploitasi kegiatan ekonomi. Padahal Kota Malang terkenal banyak sekali memiliki hasil ekonomi yang layak dan bisa menambah PAD Kota itu sendiri. Berikut merupakan berbagai macam keunggulan produk asli Kota Malang yang merupakan potensi Ekonomi.

Tabel 1 produk unggulan Kota Malang

No

Produk Unggulan

Lokasi

1.

Keramik

Dinoyo

2.

Gerabah

Jl. Panjaitan

3.

Kripik Tempe

Sanan

4.

Meubel

Jl. Simpang Teluk

5.

Rotan

Hampir seluruh Kota Malang

6.

Emping Jagung

Jl. Simpang Teluk

7.

Saniter

Jl. Candi

8.

Kompor

Merjosari

Dari tabel di atas dapat digambarkan bahwa Kota Malang memiliki banyak potensi ekonomi lokal yang harus dikembangkan daripada mengembangkan ekonomi yang dikuasi oleh swasta. Hal ini dikarenakan perputaran uang hasil kegiatan ekonomi akan kembali lagi ke masyarakat asli Kota Malang.

KESIMPULAN

Otonomi daerah sangat memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan daerahnya. Apabila proses berlangsungnya otonomi daerah dilaksanakan secara asal asalan, maka output dari otonoi daerah tersebut akan menjadi buruk. Maka dari itu, good governance sangat diperlukan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah Kota Malang masih belum menunjukan adanya otorisasi mengenai kebijakan yang dibuat atas dasar otonomi daerah. Kurangnya tata kelola daerah juga menimpa, ketidaksiapan pemerintah Kota Malang dalam memberdayakan masyarakatnya untuk mandiri dalam pembangunan ekonominya. PAD Kota Malang bahkan tidak menunjukkan adanya perubahan ke arah mandiri dalam mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki, penghasilan daerah lebih banyak didapat dari dana perimbangan yang digelontorkan dari pemerintah pusat. Pemanfaatan ekonomi lokal dalam pembangunan ekonomi lokal juga kurang terbukti untuk mensejahterakan masyarakatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brodjonegoro, 25 Agustus, 2008. Analisis Ekonomi, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi. Kompas. (online), (https: http://www.madani-ri.com, diakses 3 April 2011)

_______, 2007. Potensi Ekonomi.(online),(http:www.malangkota.go.id, diakses 4 April 2011)

Ratnawati, 2008. Desentralisasi Ekonomi; Tata Kelola Ekonomi Daerah. Jurnal KPPOD news. (online), edisi Januari-April 2008, (http: www.kppod.org, diakses 5 April 2011).

Republik Indonesia. 2004.Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Lembaran negara RI tahun 2004, No. 125. Sekretariat Negara. Jakarta.

Rustiadi, E. dkk., 2009.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Solihin, D., 2004. Pengaruh Kebijakan Otonomi Daerah; Implementasi dan Permasalahannya dalam Pembangunan Nasional. Makalah disajikan dalam kuliah umum FISIP Universitas Pasundan, Bandung. (online), (http: dadang-solihin.blogspot.com, diakses 5 April 2011).

Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III). 2007. Evaluasi Dampak Perimbangan Keuangan Terhadap Kapasitas Kinerja Otonomi Daerah Di Wilayah Kalimantan. Samarinda : LAN Samarinda

Wardana, Haris Galih. 2010. Analisis Derajat Desentralisasi  Fiskal Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah di Kota Malang. Skripsi, Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang. (online), (http://karya-ilmiah.um.ac.id, diakses 3 April 2011)